• Tempe Makin ‘Langsing’

    Sungguh ironis,sebagai negara agraris Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

    Jangan kaget bila menjumpai tempe di pasar kini ukurannya jauh lebih kecil. Tempe-tempe itu, baik dalam kemasan plastik maupun bungkusan daun, terlihat lebih “langsing”. Tidak ada lagi tempe gemuk, apalagi tambun. Harga kedelai impor sebagai bahan baku tempe yang terus melangit menjadi biang keroknya.

    Kedelai yang biasanya dijual Rp 3.000 per kilogram melonjak menjadi Rp 6.000 per kg, bahkan di tempat-tempat tertentu menjadi Rp 8.000 per kg. Ribuan pengusaha kecil pembuat tahu dan tempe menjerit. Sebagian berdemonstrasi menuntut pemerintah untuk menurunkan harga kedelai. Sebagian lagi gulung tikar karena tidak sanggup berproduksi.

    Yang paling terbebani oleh kenaikan harga kedelai ini adalah produsen kecil dan menengah yang hanya mampu memproduksi 25 kg setiap harinya. Sementara itu, yang mencoba tetap berproduksi adalah produsen tahu menengah ke atas yang biasanya memproduksi lebih dari 100 kg/hari. Itu pun dengan cara mengurangi produksi 50 persen, ukurannya diperkecil atau mencampur bahan baku tempe yaitu kedelai dengan kulit kedelai.

    Menurut perwakilan Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Slamet Riyadi, di Jakarta, rata-rata separuh pengusaha tempe tahu bangkrut. Di Jakarta Pusat, lanjut Slamet, separuh dari 700 produsen telah bangkrut. Di Jakarta Utara, 50 persen dari 800 produsen juga telah tutup. Di Tangerang, 20 persen dari 1200 produsen telah kolaps. Sisanya tinggal menunggu waktu.

    Tidak hanya produsen tempe tahu yang ketar-ketir. Setelah memutar otak akibat langkanya minyak tanah, naiknya harga terigu, para penjual gorengan pun harus pintar-pintar mengemas tempe goreng yang mereka jajakan. Caranya, selain memperkecil ukuran tempenya, juga menggunakan terigu murah dan mengencerkan adonan tepung. Akibatnya, kualitas tempe goreng itu jadi menurun. Begitu pula dengan pedagang ‘nasi kucing’ (nasi bungkus dengan lauk oseng-oseng tempe dan sambal) yang terpaksa menaikkan harga. Semula hanya Rp 700 sekarang menjadi Rp 1.000 per bungkus.

    Naiknya harga kedelai disebabkan oleh melambungnya harga kedelai di pasar internasional. Berdasarkan analisa dari Goldman Sachs Group Inc dan Deutsche Bank AG, sebagaimana diberitakan Bloomberg, harga kedelai saat ini merupakan angka tertinggi dalam 34 tahun terakhir, setelah pernah mengalami puncaknya pada tahun 1974. Produksi kedelai dunia pun sedang lesu. Imbasnya sangat terasa di Indonesia yang hampir separuh kebutuhan kedelainya dipenuhi lewat impor langsung. Menurut Badan Pusat Statistik, kebutuhan kedelai nasional mencapai 1,3 juta ton setahun. Padahal Indonesia tahun ini cuma bisa memproduksi 620 ribu ton. Sisanya diimpor.(Nko16)

    Post Tagged with , ,