Tidak bisa menjadi sebuah patokan bahwa benar pendapat mengatakan bahwa tanaman kacang kedelai adalah tanaman yang cuma cocok hidup, tumbuh dan berproduksi tinggi di negara-negara subtropis (berhawa dingin) dan kurang cocok apabila ditanam di Negara kita ini.
“pada penelitaan yang sudah ada, dengan teknologi yang tepat guna, kedelai yang ditanam atau diproduksi di Indonesia mampu mencapai target produksi lebih dari tiga ton per hektar bahkan dalam beberapa kasus percobaan produksi kedelai bisa melampaui 4,5 ton per hektare,” kata Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Endang Sukara di Cibinong Sciense Center Bogor, beberapa hari yang lalu.
Produktivitas nilai rata-rata dari kedelai nasional yang paling rendahnya hanya mencapai 1,2 ton per hektare ketimbang Negara AS yang mencapai 2,3 ton per hektare, jelasnya, ini semua dikarenakan petani dalam negeri kurang gemar menanamnya sebagai tanaman yang utama.
“Ini kaitannya dengan tata niaga kedelai yang tidak menguntungkan petani, impor lebih diutamakan, tak ada kebijakan nasional untuk berupaya mengembangkan swasembada kedelai,” katanya.
Pendapat lain darinya, di waktu dulu di negara-negara sub tropis sekali pun susah sekali menanam dan mengembangbiakan kedelai ini dikarenakan sangat rentan terkena hama dan penyakit pada kedelai, jadi kasus hama penyakit kedelai bukan saja masalah negara-negara tropis bahkan di Negara sub tropis pun begitu.
dan di negara-negara maju tersebut telah menerapkan sistem rekayasa genetika terhadap kedelai sehingga resisten terhadap hama dan herbisida. Kedelai yang ditanam di negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO).
Masalah GMO, tambah dia, Indonesia untuk saat ini belum butuh melakukannya GMO ini, karena pada penelitian yang sudah ada saja sebenarnya sudah cukup untuk meningkatkan produktivitas kedelai nasional menjadi lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya.
Yang menjadi suatu masalahnya adalah bagaimana penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih sangat rendah ini, begitupun dengan lemahnya permodalan bagi petani untuk menanam kedelai berhubung tidak ada kredit yang bersedia menjaminnya.
“di lain pihak, harga kedelai impor selalu lebih rendah dari kedelai lokal petani, akibat berbagai fasilitas seperti kredit impor, fasilitas GSM, Triple C, PL-480, LC mundur dan lain-lain dari negara produsen serta bea masuk kedelai yang sempat nol persen sehingga makin menyulitkan petani lokal dan membuat mereka beralih ke komoditas lain,” katanya.
menurutnya lagi, masalah kelangkaan benih kedelai ini saat musim tanam terkait harga benih kedelai yang ditetapkan pemerintah sangat rendah yakni 4.500 rupiah per kilo di produsen padahal untuk memproduksi benih sulit dan sangat beresiko tinggi.
maka untuk dapat mencapai swasembada kedelai yang sebenarnya cuma membutuhkan luas tanam satu juta hektar untuk produktivitas 2,5-3 ton per ha, sementara untuk saat ini luas areal tanam kedelai 600 ribu ha dengan produktivitas 1,19 ton per ha. (bbg.006)