Faktanya Kedelai lokal itu sebenarnya lebih baik ketimbang kedelai impor yang masuk ke Indonesia, jelas Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Endang Sukara di Cibinong Sciense Center Bogor, beberapa minggu yang lalu.
“Faktanya Kedelai lokal itu sebenarnya lebih baik karena pada umumnya kedelai yang tersedia adalah kedelai yang baru saja dipanen sehingga lebih segar, sementara kedelai impor biasanya sudah disimpan bertahun-tahun,” paparnya.
Di lihat dari segi bentuk dan ukurannya, dia mengatakan, sekarang ini juga telah banyak jumlah kedelai lokal yang memiliki berukuran sedang atau bahkan tidak sedikit dari kedelai local memiliki ukuran sama dengan ukuran biji kedelai impor yaitu sebesar 16-22 gram per 100 biji sesuai varietasnya.
pendapat bahwa biji kedelai produksi Indonesia kecil-kecil dan tidak digemari oleh industri tempe atau industry tahu yang biasanyamenggunkan kedelai dengan ukuran kedelai berbiji besar (impor) ini sangat tidak benar sama sekali, dan juga ada yang mengtatakan bahwa adanya alasan bahwa mutu dan gizi kedelai lokal tidak sesuai dengan industri tempe-tahu.
“Tempe dan tahu yang pada awalnya dikembangkan oleh masyarakat Jawa adalah dari kacang kedelai lokal yang berukuran kecil, tetapi dengan adanya kedelai impor yang ketersediaannya terjamin maka minat masyarakat bergeser ke kedelai impor, ditambah lagi harganya “dumping” dan terdapat keseragaman kualitas,” katanya.
Ia melanjutkan pembicaraannya, kedelai yang ukurannya kecil-kecil itu sebenarnya lebih banyak mengandung protein dan rasanya lebih gurih dan enak untuk diolah . apalagi, kedelai lokal adalah kedelai asli hayati dari tanah air tercinta Indonesia dan bukan kedelai transgenik seperti kedelai impor. Kedelai yang ditanam di negara-negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO).
“Pertanian hasil rekayasa genetik dan pangan GMO sampai saat ini masih pro-kontra, karena manusia sulit meramal masa depan. Jadi dengan kedelai lokal tak ada yang perlu dikhawatirkan,” tutupnya. (bbg.005)